Senin, 16 Maret 2015

Makalah Manajemen Mutu - Faktor Penentu Mutu Produk


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Unsur Dasar yang Mempengaruhi Hasil
Terdapat 6 unsur dasar yang mempengaruhi hasil (output), yaitu :
1.      Manusia
Sumber daya manusia adalah unsure utama yang memungkinkan terjadinya proses penambahan nilai (value added). Kemampuan mereka untuk melakukan suatu tugas (task) adalah kemampuan (ability), pengalaman, pelatihan (training) dan potensi kreativitas yang beragam, sehingga diperoleh suatu hasil (output).
2.      Metode (Method)
Hal ini meliputi prosedur kerja di mana setiap orang harus melaksanakan kerja sesuai dengan tugas yang dibebankan pada masing-masing individu. Metode ini harus merupakan prosedur kerja terbaik.
3.      Mesin (Machines)
Mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses penambahan nilai menjadi output. Dengan memakai mesin sebagai alat pendukung pembuatan suatu produk, memungkinkan berbagai variasi dalam bentuk, jumlah, dan kecepatan proses penyelesaian kerja.
4.      Bahan (Matherials)
Bahan baku yang diproses produksi agar menghasilkan nilai tambah menjadi output, jenisnya sangat beragam. Keragaman bahan baku yang digunakan akan mempengaruhi nilai output yang beragam pula. Bahkan perbedaan bahan baku (jenisnya) mungkin dapat pula menyebabkan proses pengerjaannya.
5.      Ukuran (Measurement)
Dalam setiap tahap proses produksi harus ada ukuran sebagai standar penilaian, agar setiap tahap proses produksi dapat dinilai kinerjanya. Kemampuan dari standar ukuran tersebut merupakan faktor penting untuk mengukur kinerja seluruh tahapan proses produksi, dengan tujuan agar hasil (output) yang diperoleh sesuai dengan rencana.
6.      Lingkungan (Environment)
Lingkungan di mana proses proses produksi berada sangat mempengaruhi hasil atau kinerja proses produksi. Bila lingkungan kerja berubah, maka kinerja pun akan berubah pula. Bahkan faktor lingkungan eksternal pun dapat mempengaruhi kelima unsur tersebut di atas sehingga dapat menimbulkan variasi tugas pekerjaan. Hal tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
B.     Jalur dalam Proses Produksi
tahapan proses produksi dapat digambarkan dalam bentuk aliran (flow) bahan untuk diproses dalam rangka value added (nilai tambah). Aliran bahan atau informasi selama proses pengerjaan didefinisikan sebagai sistem di mana pekerjaan dibentuk atau dilaksanakan.
Berdasarkan aliran (flow) proses produksi dapat dikelompokkan menjadi:
a.       Aliran jalur tunggal (single path flow)
Sesuai namanya “jalur tunggal” (single path) berarti mempunyai jalur tunggal untuk mengalirnya bahan baku dari mesin satu ke mesin berikutnya (material handlings).
Input pertama dimasak pada mesin 1, 2, 3, dan 4. Setelahitu diproses lebih lanjut dalam mesin 5 dan 6. selanjutnya “barang setengah jadi”  (work in process) di masak lagi dalam mesin 7, 8, 9, dan10. Setelah itu keluar menjadi produk (finished goods).
b.      Aliran jalur ganda (multiple path flow)
Aliran jalur ganda adalah aliran proses produksi yang sejak awalnya menggunakan jalur proses dalam jumlah lebih dari satu.
Semula input dibagi menjadi 2 jalur proses, yaitu melalui mesin 1, 2 dan mesin3, 4. Barang setengah jadidari mesin 1, 2 proses berturut-turut di dalam mesin 5, lalu mesin 7, 8. Sedangkan barang setengah jadi dari mesin 3, 4 diproses lebih lanjut dalam mesin 6, terus ke mesin 9, 10. Selanjutnya barang setengah jadi mesin 7, 8 digabung (dirakit) dengan barang setengah jadi mesin 9, 10, sehingga diperoleh output (finished goods atau barang jadi).
C.    Beberapa Faktor Penentu Mutu Produk
Mutu barang atau jasa ditinjau dari sisi produsen, di mana mutu produk dipengaruhi oleh berbagai hal berikut;
a.       Bentuk rancangan dari suatu barang atau jasa (designing).
b.      Bahan baku baku yang digunakan (raw material).
c.       Cara atau proses pembuatannya yaitu teknologi yang digunakan untuk membuat barang tersebut (technology).
d.      Cara menjualnya atau cara mengirimnya ke konsumen termasuk cara mengemasnya. Dalam hal ini cara melayani konsumen (packaging and delivering).
e.       Digunakan atau dipakainya barang atau jasa tersebut oleh konsumen (using).
1.      Mutu dan Bentuk Barang (designing)
Dalam kehidupan kita ternyata terdapat berbagai jenis barang yang mutunya dipengaruhi oleh bentuknya. Walaupun memang untuk barang-barang tertentu bentuknya tidak pernah berbeda dan tidak pernah berubah serta tidak ada hubungannya dengan mutu barang.
Barang yang mutunya dipengaruhi oleh bentuk rancangannya, misalnya mobil. Mengapa demikian? Konon bentuk “muka mobil” yang datar akan mendapat “halangan yang besar” dari udara atau angin, sehingga lajunya pun lancer dan tidak boros bensin. Hal itu berarti bahwa mobil yang lancip (streamline) lebih baik dibandingkan mobil yang tidak lancip. Hal serupa berlaku untuk bentuk rancangan pesawat terbang.
Adakah pada usaha kecil di mana bentuk barang mempengaruhi mutu? Bakso yang berbentuk bulat kecil dimasaknya akan lebih menyerap bumbu dibandingkan bakso sebesar bola voli (kalau ada), sehingga bakso bulat kecil dapat lebih lezat dan matangnya menyeluruh. Demikian pula kue tar, bila kue tar terlalu besar dan tebal, mungkin waktu diovennya bisa gosong atau bantat. Lain halnya bila kue tar tersebut dalam ukuran dan tebal yang normal. Memasaknya pun dalam oven dapat diatur tidak gosong dan tidak bantat, sehingga rasanya lezat.


2.      Mutu dan Jenis Bahan Baku yang Digunakan
Di dunia bisnis, memang terdapat ragam bahan baku yang dibedakan satu sama lain dari jenis dan mutunya, misalnya tempe yang baik bila 100% bahannya dari kacang kedelai nomor satu. Artinya kacang kedelai yang merupakan bahan baku tempe tersebut telah dipilih agar mutunya baik. Sedangkan tempe yang mutunya kurang baik, bila bahan bakunya tidak semuanya kedelai tetapi dicampur kacang lain. Di samping mutu kacang kedelainya bukan kacang kedelai pilihan.
Demikian pula kopi yang baik bila bahannya 100% dan biji kopi pilihan yang nomor satu. Sedangkan kopi dengan mutu yang jelek adalah kopi yang bahannya bukan biji yang baik bahkan dicampur jagung misalnya. Bahkan jenis kopi sendiri terdapat banyak ragam, misalnya robusta, arabika, dan lain-lain. Demikian pula produk-produk yang lain dipengaruhi bahan bakunya.
3.      Proses Pengolahan
Proses pengolahan dipengaruhi pula oleh teknologi yang digunakan.  Teknologi yang digunakan dalam proses produksi mempengaruhi pula mutu produk yang dihasilkan. Untuk member gambaran yang jelas tentang bahan-bahan dan proses produksi yang mempengaruhi mutu produk jadi, berikut ini akan diterangkan secara lebih rinci.
Bila dibuat diagramnya, maka proses pembuatan suatu barang adalah sebagai berikut
a)      Satu Tahap Proses Produksi
Contoh proses produksi satu tahap, misalnya:
Mengetik surat, di mana kertas dipasang pada mesin tik, lalu diketik dan jadi surat. Mesin tik yang baik, proses pengetikan baik disertai kertas yang baik, maka suratnya pun baik.
Bila pembuatan surat dengan computer dan pengetik yang handal, hasil suratnya akan jauh lebih baik.
b)      Lebih dari Satu Tahap Proses Produksi
Selain dari proses produksi hanya 1 tahap saja, maka ada pula proses produksi bertahap, artinya lebih dari satu tahap. Misalnya:
1)      Membuat tape singkong: bahan baku singkong telah dikupas lalu direbus (tahap I). setelah singkong rebus ditiriskan, lalu dibubuhi ragi untuk fermentasi (tahap II). Setelah difermentasi, beberapa hari, maka diperoleh tape singkong.
2)      Membuat roti: adonan diaduk, lalu dicetak kemudian dipananskan dalam oven. Baru kemudian diperoleh roti yang masak. Di sini pun, bila teknologi yang digunakan baik, maka hasil produknya pun baik.
Hubungan bahan baku – proses produksi – mutu barang jadi, adalah:
Bahan Baku
Proses Produksi (Teknologi)
Mutu Barang Jadi
-          Bermutu baik
-          Bermutu tidak baik
-          Bermutu baik
-          Bermutu tidak baik
Baik
Baik
Tidak baik
Tidak baik
Baik
Tidak baik
Tidak baik
Tidak baik

4.      Mutu Berkaitan dengan Cara Pengangkutan dan Pembungkusan
Pengaruh dari cara pengangkutan atau cara distribusi yang kurang baik atau terdapat pembungkus yang rusak, sehingga barang yang diterima di tingkat pengecer, kondisi fisik atau sifat dari produknya telah berubah. Jadi, cara pengangkutan barang mempunyai pengaruh terhadap mutu barang.


5.      Mutu dengan Perkembangan Teknologi dan Cara Pelayanan
Kembali kepada tujuan membuat barang dengan mutu yang baik adalah agar barang tersebut laku di pasar. Namun demikian bisa saja terjadi, walaupun mutu barang baik, tetapi tidak laku di pasar. Mengapa demikian, dibawah ini akan dijelaskan penyebabnya.
1.      Barang tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang ada. Misalnya :
a.       Komputer PC jenis XT dianggap tidak baik, karena telah ada produk lain yang lebih canggih yakni jenis AT.
b.      TV hitam putih akan kalah bersaing dibandingkan TV berwarna.
2.      Pelayanan menjual yang jelek, misalnya para pelayan di tingkat pengecer kurang ramah pada pembeli. Padahal dalam konsep mutu terpadu pelanggan adalah raja
3.      After sales service (jasa pelayanan purnajual) juga mempengaruhi mutu keseluruhan barang, artinya produk-produk tanpa pelayanan purnajual dapat dianggap produk yang tidak bermutu secara umum dan dihindari konsumen. Hal ini terutama untuk barang-barang elektronik. Mereka (para konsumen) hanya akan membeli barang, bila barang tersebut mudah diperbaiki.




DAFTAR PUSTAKA

Edward Sallis, Total Quality Management In Education : Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, IRCiSoD, Jogjakarta, 2011.
James A. F. Stoner, dkk, Manajemen, Indeks, Jakarta, 1996.
Suyadi Prawirosentono, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21 : Studi Kasus dan Analisis, Bumi Aksara, Jakarta, 2004.


Makalah Perilaku Organisasi - Komitmen Organisasi


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Setiap orang yang bekerja di suatu pekerjaan atau organisasi, harus mempunyai komitmen dalam bekerja karena apabila suatu perusahaan karyawannya tidak mempunyai suatu komitmen dalam bekerja, maka tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut tidak akan tercapai. Namun terkadang suatu perusahaan atau organisasi kurang memperhatikan komitmen yang ada terhadap karyawannya, sehingga berdampak pada penurunan kinerja terhadap karyawan ataupun loyalitas karyawan menjadi berkurang.
Komitmen pada setiap karywan sangat penting karena dengan suatu komitmen seorang karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dibanding dengan karyawan yang tidak mempunyai komitmen. Biasanya karyawan yang memiliki suatu komitmen, akan bekerja secara optimal sehingga dapat mencurahkan perhatian, pikiran, tenaga dan waktunya untuk bekerja, sehingga apa yang sudah dikerjakan sesuai dengan harapan perusahaan.

  1. Rumusan Masalah
1.      Apa definisi komitmen organisasi?
2.      Bagaimana proses komitmen organisasi?
3.      Apa saja faktor komitmen organisasi?
4.      Bagaimana bentuk dan indikator komitmen organisasi?
5.      Bagaimana pemberdayaan komitmen organisasi?
6.      Bagaimana dampak komitmen organisasi?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Defenisi Komitmen Organisasi
Meyer dan Allen (1991), merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaanya dalam berorganisasi.
Mathis dan Jackson (2000) memberikan definis, “Organizational Commitment is the degree to which employees belive in and accept organizational goals and desire to remain with the organization.” ( Komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya:
1.      Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan  nilai-nilai organisasi,
2.      Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan
3.      Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.
B.     Proses terjadinya Komitmen Organisasi
Garry Dessler (1999) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
  1. Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.
  2. Build the tradition: segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
  3. Have comperhensive grievance procedures: bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluahan tersebut secara menyeluruh.
  4. Provide extensive two-way communications: Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
  5. Create a sense of community: Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai sesuatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dll.
  6. Build value­-based homogeneity: Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan.
  7. Share and share a like: Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dll.
  8. Emphasize barnraising, cross-utilization, and teamwork: organisasi sebagai suatu comunity harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota organisasi.
  9. Get together: Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin.
  10. Support employee development: Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier karier karyawan dalam jangka panjang.
  11. Commit to Actualizing: setiap karyawan diberi kesempatan yang sam untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing.
  12. Provide first-year job challenge: Karyawan masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya, kebutuhannya. Berikan bantuan yang kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya.
  13. Enrich and empower. Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan.
  14. Promote from within. Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan.
  15. Provide development activities. Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya, juga jabatannya.
  16. The question of employee security. Bila karyawan merasa aman, baik fisik, maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
  17. Commit to people-first values. Membangun komitmen karyawan pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan.
  18. Put it in writing. Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi, dll. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar bahasa lisan.
  19. Hire “Right-Kind” managers. Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, displin, dll. Pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari,
  20. Walk the talk. Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata.
C.    Faktor-faktor Komitmen Organisasi
Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. David (dalam Minner, 1997) mengemukakan empat faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1.      Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll.
2.      Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.
3.      Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organnisasi terhadapkaryawan.
4.       Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja memiliki tingkat komitmen yang yang berlainan.
Stum (1998) mengemukakan ada 5 faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasional: (1) budaya keterbukaan (2) kepuasan kerja (3) kesempatan personal untuk berkembang (4) arah organisasi dan (5) penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan Young et.al (1998) mengemukakan ada 8 faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional: (1) kepuasan terhadap promosi, (2) karakteristik pekerjaan, (3) komunikasi, (4) kepuasan terhadap kepemimpinan, (5) pertukaran ekstrinsik, (6) pertukaran intrisik, (7) imbalan ekstrinsik, (8) imbalan intrinsic.
Steers dan Porter (dalam Suoriyanto, 2000) mengemukakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1.      Faktor personal yang meliputi job expectations, psychological contract, job choice factors,  krakteristik personal. Keseluruhan factor ini akan membentuk komitmen awal.
2.      Faktor organisas, meliputi  initial work experiences, job scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab.
3.      Non-organizational faktors, yang meliputi availability of alternative jobs. Factor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternative pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu karyawan akan meninggalkannya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi komitmen organisasional adalah:
1.      Faktor personal,
2.      Faktor organisasional, dan
3.      Faktor yang  bukan dari dalam organisasi

D.    Bentuk dan Indikator Komitmen Organisasi
Meyer, Allen, dan Smith dalam Spector (1998) mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen organisasional, yaitu:
  1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional. Hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi yang berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment  yang lebih rendah. Berdasarkan beberapa penelitian, affective commitment memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi.
  2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menamukan pekerjaan lain.
  3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
                                                    

 

E.     Pemberdayaan Komitmen Organisasi
Pemberdayaan yang dapat dikembangkan untuk memperkuat komitmen organisasi, yaitu sebagai berikut (Sharafat Khan dalam Rokhman, 1997);
1)      Lama Bekerja (Time)
Lama bekerja merupakan waktu yang telah dijalani seseorang dalam melakukan pekerjaan pada perusahaan. Semakin lama seseorang bertahan dalam perusahaan, semakin terlihat bahwa dia berkomitmen terhadap perusahaan.
2)      Kepercayaan (trust)
Setelah pemberdayaan dilakukan oleh pihak manajemen, langkah selanjutnya, yaitu membangun kepercayaan antara manajemen dan karyawan. Adanya saling percaya di antara anggota organisasi akan menciptakan kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa adanya rasa takut. Kepercayaan antara keduanya dapat diciptakan dengan cara:
a.       Menyediakan waktu dan sumber daya yang cukup bagi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.
b.      Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja.
c.       Menghargai perbedaan pandangan dan perbedaan kesuksesan yang diraih karyawan.
d.      Menyediakan akses informasi yang cukup.
3)      Rasa percaya diri (confident)
rasa percaya diri dapat menimbulkan rasa percaya diri bagi karyawan dengan menghargai kemampuan yang dimiliki karyawan sehingga komitmen terhadap perusahaan semakin tinggi. Keyakinan karyawan dapat ditimbulkan dengan cara:
a.       Mendelegasikan tugas penting bagi karyawan.
b.      Menggali saran dan ide dari karyawan.
c.       Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.
d.      Menyediakan instruksi tugas untuk penyelesaian pekerjaan yang baik.
4)      Kredibilitas (credibility)
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki kinerja tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
a.       Memandang karyawan sebagai partner strategis.
b.      Meningkatkan target di semua bagian pekerjaan,
c.       Mendorong inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui partisipasi.
d.      Membantu menyelesaikan perbedaan dalam pemnentuan tujuan dan prioritas.
5)      Pertanggungjawaban (accountability)
Pertanggungjawaban karyawan pada wewenang yang diberikan dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standard an tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan. Tahap ini merupakan sarana evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggungjawab terhadap wewenang yang diberikan.
Akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara:
a.       Menggunakan jalur training dalam mengevaluaisi kinerja karyawan.
b.      Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.
c.       Melibatkan karyawan dalam penentuan standard an ukuran kinerja.
d.      Memberikan saran dan bantuan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugasnya.
F.     Dampak Komitmen Organisasi
Komitmen karyawan terhadap organisasi adalah bertingkat, dari tingkatan yang sangat rendah hingga tingkatan yang sangat tinggi. Ditinjau dari segi organisasi, karyawan berkomitmen rendah akan berdampak pada turn over (Koch,1978), tingginya absensi, meningkatnya kelambanan kerja dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan di organisasi tersebut (Angle, 1981), rendahnya kualitas kerja (Steers, 1968), dan kurangnya loyalitas pada perusahaan (SCHEIN, 1968).
Ditinjau dari sudut karyawan, komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan itu sendiri. Komitmen karyawan baik yang tinggi maupun yang rendah, akan berdampak pada: 1) karyawan itu sendiri, misalnya terhadap perkembangan karier karyawan itu di organisasi/perusahaan (2) organisasi. Karyawan yang berkomitmen tinggi pada organisasi akan menimbulkan kinerja organisasi yang tinggi, tingkat absensi berkurang, loyalitas karyawan, dll.



 Daftar Pustaka

 Hendi Suhendi dan Sahya Anggara, Perilaku Organisasi, Pustaka Setia, Bandung, 2012.
Sopiah, Perilaku Organisasional, Andi Offset, Yogyakarta, 2008.